Minggu, 30 Oktober 2011

KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN
KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH
REPUBLIK INDONESIA
PEDOMAN KEBIJAKAN
PERPAJAKAN BAGI KOPERASI
Deputi Bidang Pembiayaan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
2008DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 1
1. Latar Belakang ……………………………………………………………………. 1
2. Karakteristik Koperasi ……………………………………………………………. 3
3. Tujuan ……………………………………………………………………………… 5
4. Beberapa Pengertian Yang Perlu Di Ketahui …………………………………… 6
BAB II KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN ……………………………………………… 13
1. Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP Serta Pelaporan dan
Pengukuhan PKP ………………………………………………………………… 13
2. Tata Cara Pembukuan / Pencatatan bagi Wajib Pajak ………………………. 15
3. Tata Cara Pelaporan Pajak ……………………………………………………… 18
4. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak …………………….. 20
BAB III JENIS-JENIS KOPERASI …………………………………………………………… 22
1. Koperasi Produsen ……………………………………………………………….. 23
2. Koperasi Konsumen ……………………………………………………………… 24
3 Koperasi Pemasaran …………………………………………………………….. 24
4. Koperasi Jasa …………………………………………………………………….. 25
5. Koperasi Simpan Pinjam ………………………………………………………… 26
BAB IV PAJAK PADA KOPERASI …………………………………………………………. 27
1. Subyek Pajak …………………………………………………………………….. 27
2. Obyek Pajak ……………………………………………………………………… 27
3. Kewajiban Subyek Pajak ………………………………………………………… 28
4. Wajib Pajak dan NPWP …………………………………………………………. 28
5. Jenis Pajak Koperasi …………………………………………………………….. 29A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) …………………………………………… 30
B. Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Ps 21) …………………………………. 36
C. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Ps 23) …………………………………. 44
D. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Ps 25) ………………………………… 51
E. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Ps 26) ………………………………… 51
F. Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh Ps 29) ................................................. 52
BAB V TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN, BANDING, GUGATAN DAN -
PENINJAUAN KEMBALI …………………………………………………………… 56
- Tata Cara Pengajuan Keberatan ………………………………………………. 56
- Ketentuan Pengajuan Keberatan ………………………………………………. 57
- Jangka Waktu Pengajuan Keberatan ………………………………………….. 57
- Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding ………………………………….. 58
BAB VI FASILITAS INSENTIF PAJAK BAGI KOPERASI ………………………………… 59
1. Beberapa Insentif Pajak yang telah berlaku bagi Koperasi ………………….. 59
2. Fasilitas Insentif Pajak dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Penghasilan
(RUU PPh) Tahun 2009 …………………………………………………………. 61
BAB VII PERUBAHAN PERATURAN PERPAJAKAN …………………………………….. 64BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perpajakan dan Koperasi merupakan dua hal penting yang perlu dipahami.
Perpajakan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan pajak, sementara koperasi
merupakan Badan Hukum yang menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 tahun
2000 sebagai subyek pajak.
Pajak itu sendiri pada hakekatnya adalah iuran masyarakat kepada Negara
sebagai bentuk partisipasi kewajiban untuk membiayai pengeluaran umum sehubungan
dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Sebagai suatu
kewajiban, pajak bagi koperasi ternyata dimulai sejak tanggal pengesahan akte
Pendirian Badan Hukum dan telah mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
serta berakhir sejak tanggal koperasi dibubarkan.
Pajak merupakan pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap wajib pajak,
penguasaan terhadap peraturan perpajakan bagi wajib pajak akan meningkatkan
kepatuhan kewajiban perpajakan agar terhindar dari sanksi-sanksi yang berlaku dalam
ketentuan umum perpajakan.
Sistem self assesment memberikan kepercayaan penuh tanggung jawab kepada
wajib pajak untuk menghitung, memotong, menyetor dan melaporkan besarnya pajak
terutang sesuai dengan ketentuan. Dalam sistem ini diharapkan wajib pajak memiliki
kesadaran terhadap kewajibannya, kejujuran dalam menghitung pajaknya, memiliki
hasrat atau keinginan yang baik untuk membayar pajak, dan disiplin dalam
menjalankan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berkaitan dengan itu diperlukan upaya terus menerus untuk menggugah dan
mendorong koperasi transparansi dan melaksanakan akuntabilitas dengan mematuhi
peraturan perpajakan dan ketaatan dalam memenuhi kewajiban pajak. Untuk itu kata
kunci untuk itu adalah adanya peningkatan pengetahuan dan pemahaman perpajakanoleh seluruh insan anggota dan pengelola koperasi merupakan suatu kewajiban yang
mengikat baik kepada individu anggota maupun koperasi sebagai badan usaha.
2. Karakteristik Koperasi .
Koperasi pada hakekatnya adalah organisasi swadaya yang bertumpu pada
kekuatan partisipasi anggota. Partisipasi anggota diwujudkan dalam bentuk hak dan
kewajiban anggota kepada koperasi. Pemenuhan kewajiban anggota, dapat
memperkuat kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan yang merupakan hak
anggota. Kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan kepada anggota, adalah
perwujudan kewajiban koperasi dalam upaya mempromosikan atau meningkatkan
kesejahteraan anggota.
Sebagai organisasi usaha koperasi adalah organisasi dengan badan hukum
koperasi. Badan hukum koperasi ini dimiliki oleh para anggota dan menyelenggarakan
pelayanan untuk anggota dan calon anggota koperasi.
Dari penyelenggaraan usaha, berupa pelayanan kepada anggota dan calon
anggota itulah koperasi menjalankan fungsinya mempromosikan anggota dengan
menciptakan nilai kemanfaatan ekonomi yang mampu mendorong peningkatan
pendapatan atau daya beli anggota, dan laba bagi usaha anggota. Kemanfaatan
ekonomi yang tinggi selain merupakan sarana nyata promosi anggota juga dapat
menjadi daya tarik calon anggota dan masyarakat untuk menjadi anggota koperasi.
Semakin tinggi kemanfaatan ekonomi yang jatuh langsung kepada anggota
melalui pelayanan koperasi dapat berbanding terbalik dengan sisa hasil usaha (SHU)
yang diciptakan koperasi. Artinya SHU akan lebih kecil. Itu sebabnya SHU di dalam
mekanisme perusahaan koperasi bukanlah tujuan.
Walaupun demikian SHU tetap dipandang perlu, dalam arti koperasi tidak
sepatutnya bekerja (operasi) dengan cara merugi, meskipun dengan lebih banyak
anggota yang menikmati kemanfaatan ekonomi dari pelayanan koperasi.Transaksi koperasi dengan anggota adalah merupakan perwujudan pelayanan
bukan diutamakan mencari laba. Kelebihan partisipasi anggota kepada koperasi
diberikan dalam bentuk SHU, cadangan, dana pendidikan, dll yang diputuskan dalam
rapat anggota tahunan (RAT) dan sesuai dengan anggaran dasar plus anggaran rumah
tangga.
SHU yang positif digunakan antara lain untuk cadangan, dibagi kepada anggota,
dan pemupukan dana pendidikan bagi anggota.
Hal ini berarti meskipun karakteristik koperasi sebagai mengutamakan pelayanan
anggota dan menempatkan SHU bukan sebagai tujuan, tetapi manajemen koperasi
yang baik tentulah tidak memutuskan perusahaan bekerja dengan suatu kinerja rugi.
Dalam hal ini SHU diperlukan untuk suatu kemampuan pertumbuhan usaha dan
penciptaan efisiensi bagi kinerja koperasi.
3. Tujuan
Buku Pedoman Perpajakan ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam upaya
meningkatkan:
a. Pengetahuan dan pemahaman anggota dan pengelola koperasi akan ketentuan
perpajakan.
b. Kemampuan koperasi sebagai Badan usaha kena pajak dalam mematuhi ketentuan
dan peraturan perpajakan dan ketaatan dalam membayar kewajiban pajak
c. Kontribusi koperasi terhadap penerimaan negara di sektor fiskal (pajak).
4. Beberapa pengertian yang perlu diketahui
a. Koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasisekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.
b. Pengusaha
Adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan
usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau
memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
c. Pajak
adalah iuran masyarakat kepada negara berdasarkan undang-undang dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjukkan dan dapat
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
d. Subyek Pajak
adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak, Badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
e. Wajib Pajak (WP)
adalah orang pribadi atau badan usaha yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
f. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau
penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk
pengusaha kecil yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak.g. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
h. Pendaftaran untuk mendapatkan NPWP
Berdasarkan sistem self assessment (menghitung, membayar dan menyetor
pajak sendiri) setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan
(KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP,
untuk diberikan NPWP.
i. Self Assesment System
Sistem Pemungutan Pajak, dimana WP boleh menghitung, melapor dan
menyetor sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
j. Pajak Penghasilan (PPh)
adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan
dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak.
Selama satu tahun berjalan, koperasi memiliki beberapa kewajiban dalam hal
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh), seperti :
PPh Pasal 21
Merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh orang
pribadi dari pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan. Apapun jenis
koperasi baik primer atau sekunder pengelolaannya tentu dilakukan oleh
orang pribadi sebagai balasannya orang pribadi yang bersangkutan
mendapatkan sejumlah imbalan baik berupa gaji, uang transportasi,
tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya dan penghasilan lainnya yangmerupakan Objek PPh Pasal 21. Koperasi dapat pula memanfaatkan jasajasa dari orang pribadi seperti konsultan atau notaris atau bahkan
memberikan penghasilan kepada entertainer.
PPh Pasal 23
Merupakan jenis pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diberikan
kepada wajib pajak dalam negeri seperti bunga, royalti, deviden, sewa dan
pembayaran jasa. Dalam mengembangkan usahanya, koperasi bisa saja
meminjam uang kepada pihak lain yang menimbulkan kewajiban untuk
membayar sejumlah bunga kepada pihak yang memberikan pinjaman.
Koperasi bisa pula memanfaatkan jasa-jasa lainnya yang merupakan objek
PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam KEP-170/PJ/2001. Atas
pembayaran bunga maupun imbalan jasa tersebut koperasi wajib melakukan
pemotongan PPh Pasal 23.
PPh Final (Pasal 4 ayat 2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan PPh pemotongan yang bersifat final dan
dikenakan atas beberapa jenis transaksi antara lain penyewaan tanah dan
atau bangunan transaksi penjualan saham dibursa efek, pemberian bunga
deposito, tabungan dan beberapa jenis transaksi lainnya. Pada prakteknya
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) pada koperasi adalah pembayaran sehubungan
dengan penyewaan bangunan yang dilakukan oleh koperasi. Dalam hal ini
koperasi diberi tanggung jawab untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) tersebut.
Pembayaran PPh pemotongan tersebut dilakukan per masa pajak yaitu
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah berakhir masa pajak, pada
bank persepsi atau kantor Pos.
Selesai melakukan penyetoran PPh kepada negara, koperasi selanjutnya
berkewajiban menyampaikan SPT Masa sesuai dengan jenis PPh
pemotongan yang dilakukan.k. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
adalah pajak yang dikenakan atas penyerahan barang kena pajak di dalam
daerah Pabean yang dilakukan pengusaha, impor barang kena pajak,
penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan
pengusaha, pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean, pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah
pabean di dalam daerah pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha
kena pajak. Dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya koperasi terlebih
dahulu harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Apabila telah dikukuhkan sebagai PKP maka koperasi wajib membuat Faktur
Pajak sebagai bukti pemungutan PPN (Pajak Keluaran) yang dilakukannya.BAB II
KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN
1. Tata cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP serta Pelaporan dan Pengukuhan
PKP
A. Tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP
Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara
langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor
Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan
melampirkan :
a. Untuk WP Orang Pribadi Non Usahawan
Foto copy KTP bagi penduduk Indonesia atau foto copy paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah
atau Kepala Desa bagi orang asing.
b. Untuk WP Orang Pribadi Usahawan
Foto copy KTP bagi penduduk Indonesia atau foto copy paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah
atau Kepala Desa bagi orang asing.
Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi
yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.
c. Untuk Wajib Pajak Badan
Foto copy akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan
penunjukan dari kantor pusat bagi Bagi Usaha Tetap (BUT)
Foto copy KTP bagi penduduk Indonesia atau foto copy paspor ditambah
surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimalLurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus
aktif.
Surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal
Lurah atau Kepala Desa
B. Tata Cara Pengukuhan PKP
Meminta untuk dikukuhkan menjadi PKP bersamaan dengan pendaftaran NPWP
pertama kali. Bila meminta dikukuhkan menjadi PKP setelah mendapatkan
NPWP, cukup melampirkan NPWP.
2. Tata cara Pembukuan/Pencatatan bagi Wajib Pajak
A. Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi pada aset tiap Tahun Pajak berakhir.
Yang wajib menyelenggarakan Pembukuan adalah :
o Wajib Pajak Badan
o Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas kecuali
Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang
dari Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) mulai tahun 2007 batasan
tersebut dinaikan menjadi sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan
ratus juta rupiah)B. Pencatatan
Pencatatan yaitu pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan
atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang
termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final.
Yang wajib menyelenggarakan pencatatan :
o Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp. 600.000.000,-
(enam ratus juta rupiah) mulai tahun 2007 batasan tersebut dinaikan menjadi
sebesar Rp. 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) dapat
menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto dengan syarat pemberitahuan ke Direktur Jenderal Pajak
jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
o Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
Syarat -syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan
· Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya
· Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, Angka Arab,
Satuan mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam
bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
· Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah
dapat diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan
· Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak· Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang.
· Dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan serta
dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerja bebas
Wajib Pajak wajib disimpan selama sepuluh tahun.
Tujuan Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan adalah dimaksudkan untuk
mempermudah :
· Pengisian SPT
· Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
· Penghitungan PPN dan PPnBM
· Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil
kegiatan usaha/pekerjaan.
3. Tata cara Pelaporan Pajak
Kewajiban berikutnya untuk Koperasi adalah melakukan pelaporan kewajiban
perpajakannya melalui Surat Pemberitahuan atau biasa disingkat SPT.
Berikut ini adalah beberapa pengertian dan jenis-jenis SPT.
A. Pengertian Surat Pemberitahuan
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau
bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban menurut ketentuan perundangundangan perpajakan.
Terdapat dua macam SPT yaitu :1. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak
2. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahunan Pajak atau
bagian Tahun Pajak
B. Pengisian dan Penyampaian SPT
· Setiap Wajib Pajak wajib mengisi dan menandatangani serta menyampaikan
ke Kantor Direktorat Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
· Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan
mata uang rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia kecuali
lampiran berupa laporan keuangan dan mata uang selain rupiah yang
diizinkan.
C. Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Apabila WP tidak dapat menyelesaikan/menyiapkan laporan keuangan tahunan
untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, WP berhak mengajukan
permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan paling lama 6 (enam) bulan. Permohonan diajukan secara tertulis
sebelum batas batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, disertai surat
pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu)
tahun pajak dan pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
4. Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah
kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya.
Adapun Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak adalah sebagai berikut :a. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak
melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
b. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
c. Surat ketetapan pajak ditebitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12
(dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali
untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal
Pajak.
d. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur
Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap
dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan
setelah jangka waktu berakhir.BAB III
JENIS-JENIS KOPERASI
Jenis Koperasi
Di dalam praktek dikenal sebutan penjenisan koperasi, seperti Koperasi Pegawai
Negeri (KPN), Koperasi Unit Desa (KUD), Koperasi Karyawan (Kopkar), Koperasi
Mahasiswa (Kopma), Koperasi Pedagang Pasar, Primer Koperasi Kepolisian
(primkopol), Primer Koperasi Angkatan Darat (Primkopad) dan seterusnya. Pada sisi
lain koperasi itu masih diberi nama seperti KUD Makmur, Koperasi Simpan Pinjam
(KSP) Sejahtera, Primkopol Melati, Kopma Soedirman dan sebagainya.
Istilah-istilah koperasi seperti itu sangat populer dan dikenal di masyarakat,
bahkan pada berbagai laporan resmi Pemerintahpun perkembangan koperasi disajikan
dengan menyebut contoh di atas sebagai jenis koperasi. Padahal itu semua adalah
rupa-rupa koperasi, jenis koperasi sendiri bisa dijelaskan dengan mendasarkan pada
pola rumah tangga ekonomi dan ini pula yang dianut sebagai dasar pemikiran
penjenisan koperasi dalam Undang-undang nomor 25 tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Jenis koperasi tersebut adalah :
1. Koperasi Produsen
2. Koperasi Konsumen
3. Koperasi Simpan Pinjam
4. Koperasi Pemasaran
5. Koperasi Jasa
1. Koperasi produsen
Merupakan koperasi dimana anggotanya memiliki identitas sebagai pemilik
(owner) dan pengguna pelayanan (user). Dalam kedudukannya sebagai produsen
anggota koperasi produsen pengolah input menjadi output menghasilkan sejumlah labadengan memanfaatkan pasar yang ada. Tugas koperasi adalah memperjuangkan agar
laba yang didapat anggota meningkat, dengan melaksanakan fungsi, seperti :
a. Pembelian ataupun pengadaan input yang diperlukan anggota
b. Pemasaran hasil produksi (output) usaha anggota
c. Proses produksi bersama atau pemanfaatan sarana produksi secara bersama.
Misalnya mesin/alat telekomunikasi/kantor pemasaran dan lainnya
d. Tanggungan fisiko bersama
2. Koperasi Konsumen
Merupakan koperasi yang anggotanya memiliki identitas sebagai pemilik (owner)
dan sebagai pelanggan (customer). Dalam kedudukan anggota sebagai konsumen,
kegiatan mengkonsumsi (termasuk konsumsi oleh produsen) adalah penggunaan
mengkonsumsi barang/jasa yang disediakan oleh pasar. Sehingga persoalan yang
dihadapi konsumen adalah bagaimana mempertinggi daya beli, dimana pendapatan riil
anggota menjadi meningkat. Fungsi pokok koperasi adalah menyelenggarakan :
a. Pembelian atau pengadaan barang/jasa kebutuhan anggota yang dilakukan
secara efisien, seperti membeli dalam jumlah yang lebih besar
b. lnovasi pengadaan, seperti sumber dana kredit dengan bunga yang lebih rendah
(Seperti dana bergulir dari Pemerintah), pembelian dengan diskon, pembelian
dengan pembayaran ditunda dan lainnya.
3. Koperasi Pemasaran
Sering disebut sebagai koperasi penjualan adalah koperasi dimana identitas
anggota adalah sebagai pemilik (owner) dan penjual (seller) atau pemasar. Koperasi
pemasaran mempunyai fungsi menampung produk yang dihasilkan anggota produsen
untuk dipasarkan kepada konsumen. Dengan demikian bagi anggota, koperasimerupakan bagian terdepan dalam pemasaran produk anggota produsen. Sukses
fungsi pemasaran ini menjadi suatu kepastian bagi anggota untuk tetap dapat
berproduksi.
4. Koperasi Jasa
adalah koperasi dimana identitas anggota sebagai pemilik dan nasabah
konsumen jasa dan atau produsen jasa. Dalam status anggota sebagai konsumen jasa,
maka koperasi yang didirikan adalah koperasi pengadaan jasa. Sedangkan dalam
status anggota sebagai produsen jasa, maka koperasi yang didirikan adalah koperasi
produsen jasa atau koperasi Pemasaran jasa. Sebagai koperasi pemasaran, bilamana
koperasi melaksanakan fungsi memasarkan jasa hasil produksi anggota.
Dalam praktek dikenal pula penjenisan koperasi atas dasar cakupan kelolaan
bisnis (usaha), yaitu jenis koperasi Single Purpose (satu usaha) dan Multi purpose
(banyak usaha). Koperasi dengan satu kegiatan usaha, misalnya Koperasi Simpan
Pinjam (KSP), Koperasi Produsen Susu, Koperasi tahu tempe (Primkopti), Koperasi
Bank Perkreditan Rakyat dan sebagainya. Koperasi dengan lebih dari satu kegiatan
usaha, sering disebut sebagai koperasi serba usaha. Jenis koperasi ini misalnya
Koperasi Pemasaran, dimana koperasi melaksanakan pemasaran produk barang dan
jasa.
5. Koperasi Simpan Pinjam
adalah koperasi dimana anggotanya memiliki identitas ganda sebagai pemilik
(owner) dan nasabah (customers). Dalam kedudukan sebagai nasabah anggota
melaksanakan kegiatan menabung dan meminjam dalam bentuk kredit kepada
koperasi. Pelayanan koperasi kepada anggota yang menabung dalam bentuk simpanan
wajib, simpanan sukarela dan deposito, merupakan sumber modal bagi koperasi.
Penghimpunan dana dari anggota itu menjadi modal yang oleh koperasi disalurkan
dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada anggota dan calon anggota. Dengan caraitulah koperasi melaksanakan fungsi intermediasi dana milik anggota untuk disalurkan
dalam bentuk kredit kepada anggota yang membutuhkan. Penyelenggaraan kegiatan
simpan pinjam oleh koperasi dilaksanakan dalam bentuk/wadah koperasi simpan
pinjam (KSP) dan atau Unit Usaha Simpan Pinjam (USP) Koperasi.BAB IV
PAJAK PADA KOPERASI
1. Subjek Pajak
Koperasi merupakan salah satu subjek pajak disamping subjek pajak dalam
negeri yang lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor
10 tahun 1994, yaitu : orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai suatu
kesatuan menggantikan yang berhak, badan terdiri dari perseroan, BUMN, BUMD
dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, Firma, Koperasi,
yayasan atau organisasi sejenis, lembaga dana pensiun dan bentuk usaha lainnya,
bentuk usaha tetap.
2. Objek Pajak
Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama clan dalam
3. Kewajiban Subyek Pajak
Sebagai subyek pajak, koperasi memiliki kewajiban yang meliputi :
a. Kewajiban mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) sebagai identitas
b. Kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan secara tertib dan
sesuai dengan standar akuntansi perkoperasian
c. Menghitung dan membayar pajaknya dengan benar
d. Mengisi dan memasukkan surat pemberitahuan (masa dan tahunan) tepat pada
waktunyae. Memungut dan menyetor pajak
4. Wajib Pajak dan NPWP
Sebagai subyek pajak yang membayar pajak, maka koperasi adalah wajib pajak
yang harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib pajak (WP) adalah
orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk memungut
pajak atau pemotongan pajak tertentu. Sedangkan NPWP adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan sistem self assesment (menghitung, melapor dan menyetor pajak
sendiri) setiap WP wajib mendaftarkan diri ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau
melalui kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) Direktorat
Jenderal Pajak yang ada di wilayah kerjanya, dalam hal ini meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan koperasi, untuk diberi/mendapatkan NPWP.
5. Jenis Pajak Koperasi
Jenis-jenis pajak yang terkait dengan koperasi adalah :
A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Pertambahan Nilai sesuai PP Nomor 7 Tahun 2007, Perubahan Ketiga
atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan/atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Adalah pajak yang
dikenakan pada saat penjualan/penyerahan barang atau jasa, dengan
besaran tarif PPN sebesar 10% , PPN tersebut dikenakan atas :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan
oleh pengusahab. Impor barang kena pajak
c. Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean
di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean, atau
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah :
a. Barang basil pertambangan atau basil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi :
1. Minyak mentah
2. Gas bumi
3. Panas bumi
4. Pasir dan kerikil
5. Batu bara sebelum diproses rnenjadi briket batubara
6. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih ternbaga, bijih nikel, bijih perak daD
bijih banksit
b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak, yaitu :
1. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan
hitam atau beras ketan putih dalam bentuk :
beras berkulit (padi atau gabah) selain dalam bentuk benih
digiling beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun
tidak
beras pecah
menir (groats) dari beras
2. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning
kemerahan, atau popcorn Gagung brondong dalam bentuk :
telah dikupas maupun belum/jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan
menir (groats) beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran
3. Sagu dalam bentuk :
empulur sagu
tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu
4. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih,
kedelai hijau, kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh.
5. Garam, baik beryodium maupun tidak beryodium, termasuk :
garam meja
garam curah, atau kemasan 50 kg lebih dengan kadar NaCl 94,7 % (dry
basis)
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, rumah makan, warung dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat,
maupun tidak, tidak termasuk makana dan minuman yang diserahkan oleh usaha
catering atau usaha jasa boga.
d. Uang , emas batangan, dan surat -surat berhargaJenis jasa yang tidak dikenakan PPN adalah :
a. Jasa pelayanan kesehatan medik
1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi
2. Jasa dokter hewan
3. Jasa ahli kesehatan, seperti akupuntur, ahli gizi, fisioterapi, gigi
4. Jasa kebidanan dan dukun bayi
5. Jasa paramedis dan perawat
6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan
sanatorium
b. Jasa pelayanan sosial, meliputi :
1. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo
2. Jasa pemadam kebakaran, kecuali yang bersifat komersial
3. Jasa pertolongan dan kecelakaan
4. Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali yang bersifat komersial
5. Jasa pemakaman, termasuk krematorium
6. Jasa di bidang olah raga, kecuali yang bersifat komersial
7. Jasa pelayanan sosial lain, kecuali yang bersifat komersial
c. Jasa bidang perbankan, asuransi, sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi :
1. Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan
surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat
kontrak serta anjak piutang (factoring)
2. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi3. Sewa guna usaha dengan hak opsi
d. Jasa bidang keagamaan, meliputi :
1. Jasa pelayanan rumah ibadah
2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah
3. Jasa lainnya di bidang keagamaan
e. Jasa di bidang pengiriman surat dengan prangko yang dilakukan oleh PT Pos
Indonesia (Persero)
f. Jasa di bidang pendidikan
1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa pendidikan umum,
kejuruan pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik dan pendidikan profesional
2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, seperti jasa penyiaran radio,
televisi.
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan air dan udara
j. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi :
1. Jasa tenaga kerja
2. Jasa penyediaan tenaga kerja
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja
k. Jasabidang pelatihan, meliputi:
1. Jasa persewaan hunian dan tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel,
losmen, hostel dan jasa terkait lainnya2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen dan hostel
3. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum, meliputi jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah
seperti : pemberian IMB, KTP dan NPWP
B. Pajak Penghasilan Pasal21 (PPh Ps 21)
PPh Ps 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
a. Tarif dan Penerapannya
1) Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemegang dan
calon pegawai serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis,
dikenakan tariff pasal sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang PPh perubahan
ketiga tahun 2000, dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP
dihitung berdasarkan sebagai berikut :
Pegawai tetap : penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5 % dari
penghasilan bruto, maksimum Rp.1.296.000 setahun atau Rp 108.000
sebulan), dikurangi iuran pensiun, iuran jaminan hari tua, dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penerima Pensiun Bulanan, penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5 %
dari bruto, maksimum Rp 432.000 setahun atau Rp 36.000 sebulan dikurangi
PTKP
Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : penghasilan bruto dikurangi
PTKP Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis :
penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP per bulan
2) Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, beasiswa
dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya
dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan
jasa atau kegiatan mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem,
grafikasi, bonus, peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana
pensiun, dikenakan tarif berdasarkan pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan
dengan penghasilan bruto.
3) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek,
dokter konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh 15 % dari
perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan net adalah 50 % dari
penghasilan bruto.
4) Penerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang
saku harian yang jumlahnya melebihi 1/10 (sepersepuluh Upah Minimum
Propinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sehari tetapi tidak
melebihi UMP/UMK dalam satu bulan dan atau tidak dibayarkan secara bulanan
dikenakan tarif 5 % dari penghasilan bruto/upah dikurangi 1/10 (sepersepuluh)
UMP/UMK. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi UMP/UMK maka
dikenakan tarif 5 % dari penghasilan bruto setelah dikurangi PTKP harian yang
sebenarnya dari penerima penghasilan. PTKP harian adalah PTKP setahun
dibagi 360.
5) Penerima pesangon, tebusan pensiun, tunjangan hari tua atau Jaminan Hari Tua
yang dibayarkan sekaligus dikenakan tariff PPh final sebagai berikut :
5 % dari penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,-
10 % dari penghasilan bruto antara Rp. 25.000.000,- s.d Rp 50.000.000,-
15 % dari penghasilan bruto antara Rp. 50.000.000,- s.d Rp 100.000.000,- 25 % dari penghasilan bruto antara Rp. 100.000.000,- s.d Rp 200.000.000,-
35% dari penghasilan bruto diatas Rp. 200.000.000,-
6) Pejabat negara , PNS, anggota TNI/POL: yang menerima honorarium dan
imbalan yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan
Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15 % dari penghasilan bruto dan
bersifat final, kecuali dibayarkan kepada PNS got. lId ke bawah, anggota
TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp/Tingkat I kebawah.
7) PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) yang berlaku saat ini sesuai dengan
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 15/PJ/2006 Tanggal 23 Pebruari
tabun 2006 Tentang Perubahan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
545/PJ/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi adalah sebagai berikut :
Setahun
Rp
Sebulan
Rp
Untuk diri pegawai 13.200.000 1.100.000
Tambahan untuk pegawai yang kawin 1.200.000 100.000
Tambahan untuk tiap anggota keluarga
paling banyak 3 (tiga) orang*
1.200.000 100.000
* anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalam satu
garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
8) Lapisan Penghasilan Kena Pajak (LPKP) sesuai Tarif Pasal 17 Undang-undang
Pajak Penghasilan adalah :Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
s/d Rp 25.000.000 5 %
Diatas Rp 25.000.000 s.d Rp 50.000.000 10 %
Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000 15 %
Diatas Rp 100.000.000 s.d Rp 200.000.000 25 %
Diatas Rp 200.000.000 35 %
b. Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah
Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh DTP) adalah fasilitas perpajakan
yang diberikan oleh Pemerintah berkenaan dengan pengenaan PPh Pasal 21. PPh
DTP yang berlaku pada tahun 2003 memiliki 2 (dua) perhitungan yang berbeda yaitu:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2002
a. Masa Berlaku : Januari 2003 s.d Juni 2003
b. Penerima fasilitas :
Pekerja yang menerima upah hanya dari satu pemberi kerja yang tidak
menduduki jabatan struktural atau fungsional dalam unit organisasi atau
perusahaan dan tidak memperoleh penghasilan lain dari usaha, tidak
termasuk tenaga kerja asing, tenaga ahli, dan tenaga profesi.
2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tanggal 30 Desember
2005
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2005 tni merupakan pengganti
dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 564/KMK.03/2004 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak karena sudah tidaksesuai lagi dengan perkembangan di bidang ekonomi dan moneter serta
perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat saat ini.
a. Masa berlaku : 1 Januari 2006
b. Penerima fasilitas :
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang bekerja sebagai pegawai tetap
atau pegawai tidak tetap pada satu pemberi kerja di Indonesia, yang
menerima gaji, upah, serta imbalan lainnya dari pekeijaan yang diberikan
dalam bentuk uang sampai dengan Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) sebulan.
C. Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Ps 23)
Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk
Usaha Tetap yang berasal dari modal yang berasal dari midal, penyerahan jasa,
atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap (Sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang berdomisili diwilayah Indonesia atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya).
a. Pemotong dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
1) Pemotong PPh pasal 23
a) Badan pemerintah
b) wajib pajak badan dalam negeri
c) penyelenggara kegiatan
d) bentuk usaha tetap (BUT)
e) perwakilan perusahaan luar negeri lainnyaf) wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak
2) Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 23
a) WP dalam negeri
b) BUT (Bentuk Usaha Tetap)
b. Tarif dan Objek PPh pasal 23
1) 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
a) dividen, bunga dan royalti
b) hadiah dari penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21
2) 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya melebihi Rp 240.000 (dua
ratus empat puluh ribu rupiah) setiap bulan
3) 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harian Tarif perkiraan
penghasilan neto dan objeknya adalah :
a) 15 % x 20 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan haria khusus
kendaraan angkutan darat
b) 15 % x 40 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa
tanah dan bangunan )
4) 15 % (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan netlo atas imbalan jasa
Tarif perkiraan penghasilan neto dan objek imbalan jasa adalah :
a) 15 % x 50 % dari jumlah bruto imbalan jasa profesi, jasa akuntansi dan
pembukuan, penilai dan aktuaris, jasa konsultan, kecuali konsultan
konstruksi.b) 15 % x 40 % dari jumlah bruto imbalan Jasa:
1) Jasa teknik danjasa manajemen
2) Jasa perancang/desain interior dan pertamanan, mesin dan
peralatan, alat-alat transportasi/kendaraan, perancang iklan/logo,
dan alat kemasan
3) Jasa instalasi/pemasangan peralatan, mesin, listrik, telepon, air, gas,
AC, TV Kabel kecuali yang dilakukan WP pengusaha konstruksi
4) Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin, listrik / telepon /
gas / air / AC / TV kabel, peralatan, alat-alat transportasi/kendaraan,
serta bangunan kecuali yang dilakukan WP pengusaha konstruksi
5) Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan
gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh BUT
6) Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan
selain migas
8) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara
9) Jasa penebangan hutan termasuk land clearing
10) Jasa pengolahan / pembuangan limbah
11) Jasa maklon
12) Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja
13) Jasa perantara
14) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga kecuali yang
dilakukan BEJ, BES, KSEI & KPEI15) Jasa custodian / penyimpanan / penitipan kecuali yang dilakukan
KSEI dan sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdarkan
PP No 29/1996.
16) Jasa telekomunikasi bukan untuk umum
17) Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan atau mixing film
18) Jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi termasuk jasa
internet
19) Jasa sehubungan dengan software komputer termasuk perawatan /
pemeliharaan dan perbaikan
c) 15 % x 13 1/3 % dari jumlah bruto imbalan jasa pelaksanaan konstruksi
termasuk jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa
instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV kabel yang
dilakukan wajib pajak pengusaha konstruksi
d) 15 % x 26 2/3 % dari jumlah imbalan bruto jasa perencanaan konstruksi
dan jasa pengawasan konstruksi
e) 15 % x 10 % dari jumlah bruto jasa pembasmian hama dan jasa
pembersihan, jasa katering dan jasa selain jasa-jasa tersebut diatas yang
pembayarannya dibebankan pada APBN/APBD.
5) Sewa yang bukan tanah dan bangunan dikenakan sebesar 6%
6) Jasa konsultan dikenakan sebesar 7,5%
D. Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Ps 25)
PPh Ps 25 Merupakan pajak badan usaha koperasi untuk tahun berjalan yang
dipotong dari hasil SHU selama 1 (satu) tahun buku. Dalam hal ini koperasi wajib
memotong pajak badan untuk tahun berjalan dari hasil SHU yang diperoleh setiap
tahun.E. Pajak Penghasilan Pasal26 (PPh Ps 26)
PPh Pasal 26 Merupakan pajak yang dikenakan/dipotong atas penghasilan
yang bersumber dari Indonesia yang diterima/diperoleh wajib pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Dalam hal ini koperasi wajib memotong pajak dalam hal:
a. Dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan
sehubungan dengan pengembalian utang, royalty, hadiah dan penghargaan
sehubungan dengan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps 21.
b. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
c. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya.
F. Pajak Penghasilan Pasal29 (PPh Ps 29)
PPh Ps 29 merupakan pelunasan pajak terhutang, dibayarkan setiap tahun
pada saat pengambilan SPT. Dibayarkan pada saat sebelum penyerahan SPT
tahunan yang bersangkutan. Misalnya : Pajak Tahun Berjalan Rp. 60 Juta, pajak
yang sudah dibayarkan Rp. 40 Juta. Kekurangan Rp. 20 Juta dibayarkan pada saat
sebelum penyerahan SPT Tahunan yang bersangkutan.
Contoh Perhitungan :
Pemotongan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan pegawai tetap koperasi.
1. Bp. Samsudin sebagai pekerja pada Koperasi Karya Maju sebagai Kepala Gudang
dengan memperoleh gaji sebulan Rp. 2.000.000,- dan untuk hari tuanya membayar
uang untuk pensiunnya Rp. 100.000,- Samsudin telah menikah tapi belum punya
anak.Perhitungan PPh Pasal 21 nya adalah sbb :
Gaji sebulan Rp. 2.000.000,-
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan
5% x Rp.2.000.000,- Rp. 100.000,-
2. luran Pensiunan Rp. 100.000,-
Rp. 200.000,-
Penghasilan Netto 1 bulan Rp. 1.800.000,-
Penghasilan Netto 1 tahun
(Rp. 1.800.000 x 12) Rp. 21.600.000,-
Dikurangi PTKP (pendapatan tidak kena pajak) 1 tahun
Untuk wajib pajak (wp) sendiri
Rp. 1.100.000,- x 12 Rp. 13.200.000,-
Tambahan wajib pajak kawin Rp. 1.200.000,-
Rp. 14.400.000,-
PKP (penghasilan kena pajak) Rp. 7.200.000,-
1 tahun
PPh Pasal 21 terutang :
5% x Rp. 7.200.000,- Rp. 360.000,-
PPh Pasal 21 1 bulan :
Rp. 360.000 : 12 Rp. 30.000,-
Jadi setiap bulan koperasi memotong gaji Bp. Syamsudin sebesar Rp. 30.000,- untuk
diantarkan secara bersama pegawai lainnya dengan Nomor Pokok Wajib Pajak masingmasing individu pegawai.
Perhitungannya terus dilakukan sesuai dengan perkembangan gaji ataupun
pengurangan karena Bp.Syamsudin telah kawin dan punya anak (pengurangan untuk
setiap anak Rp. 1.200.000,-) terhadap penghasilan Netto setiap tahunnya.Contoh Perhitungan : Pemotongan PPh atas pendapatan bunga simpanan anggota di
Koperasi Simpan Pinjam.
Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 huruf b UU Pajak Penghasilan Jo. KMK No.
522/KMK.04/1998 atas penghasilan bruto yang dibayarkan kepada anggota koperasi
yang jumlah bunganya Rp. 240.000,- ke atas dalam sebulan dikenakan PPh dengan
tarif 15 % dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final.
a. Bp. Bambang menyimpan deposito di Koperasi Simpan Pinjam Subur sebesar Rp.
5.000.000,- dengan diberikan bunga simpanan sebesar 2 % per bulan. Setiap
bulannya Bp. Bambang menerima 2 % x Rp. 5.000.000,- = Rp. 100.000,-
Atas pendapatan bunga tersebut, Bp. Bambang tidak dikenakan PPh yang bersifat
final karena pendapatannya lebih kecil daTi Rp. 240.000,-
b. Bp. Kabul menyimpan deposito di Koperasi Simpan Pinjam Subur sebesar Rp.
20.000.000,- dengan diberikan bunga deposito sebesar 2 % per bulan. Setiap
bulannya
Bp. Kabul menerima jasa / bunga deposito 2 % x Rp. 20.000.000,- = Rp. 400.000,-
Langsung dikenakan Pajak Final sebesar 15 % x Rp.400.000,- = Rp. 60.000,-
Penghasilan Jasa Bunga Netto Bp. Kabul = Rp. 340.000,-
Pajak Final Rp. 60.000,- oleh Koperasi Simpan Pinjam Subur disetorkan ke Kantor
Pajak sebagai penyetoran Nomor Pokok Wajib Pajak Bp. Kabul.BABV
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN, BANDING,
GUGATAN DAN PENINJAUAN KEMBALI
1. Tata cara Pengajuan Keberatan
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
kemungkinan terjadinya Wajib Pajak (WP) merasa kurang/tidak puas atas suatu
ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh
Ditjen Pajak atau untuk daerah Provinsi/DI atau Kabupaten/Kota oleh Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak, tanggal 12 April 2002.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan(SKPKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
2. Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ditempat WP
terdaftar, dengan syarat :
· Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia· Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong
atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan disertai alasan
yang jelas
· .Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis dan satu tahun/masa pajak
3. Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan /
pemungutan oleh pihak ketiga.
Untuk Surat Keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau
sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
Untuk Surat Keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos
tercatat), hangka waktu 3 (tiga) bulan dihitungi sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga
sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pas dan Giro.
4. Tata cara Pengajuan Permohonan Banding
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas
keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak dengan
syarat :
· Tertulis dalam bahasa Indonesia
· Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan alas keberatan diterima
· Alasan yang jelas
· Dilampiri salinan Sural Keputusan atas keberatan Pengajuan Permohonan
Banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan
pajak. Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan Tata Usaha
Negara.BAB VI
FASILITAS INSENTIF PAJAK BAGI KOPERASI
1. Beberapa Insentif Pajak yang telah berlaku bagi koperasi
1.1. Insentif PPh
a. Bantuan, sumbangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan (Pasal 4 ayat 3 UU No. 17 Tahun 2008);
b. Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya (Pasal 23 ayat 4 huruf f UU No. 17 Tahun 2000);
c. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di indonesia
dengan syarat, deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan (Pasal 4
ayat 3 huruf f UU No. 17 Tahun 2000);
d. Bunga yang dibayarkan koperasi atas simpanan para anggotanya yang
jumlahnya tidak melebihi Rp. 240.000,- per bulannya (Pasal 23 ayat 4 huruf g
UU No. 17 Tahun 2000).
1.2. Insentif PPN
Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.8
Tahun 1983 tentang "Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah", yang tidak dikenakan tarif PPN adalah :
a. Barang basil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung
sumbernya;
b. Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat;c. Makanan dan minuman yang disajikan dihotel, restoran, rumah makan,
warung, sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di
tempat umum maupun tidak (tidak termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha catering atau usaha jasa boga);
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga;
e. Barang basil pertanian.
2. Fasilitas Insentif Pajak dalam Rancangan Undang- Undang Pajak Pengbasilan
(RUU PPb) Tabun 2009
1.1. Pemerintah mulai tahun 2009 akan mengeluarkan kebijakan berupa
pembebasan atas kewajiban membayar biaya fiskal bagi pemilik NPWP usia 21
tahun keatas yang akan melakukan penerbangan / pelayaran menuju luar
negeri;
1.2. Pemerintah akan menurunkan tarif PPh wajib pajak badan bagi UKM yang
tadinya sebesar 2% perbulan dengan penghasilan 4,8 miliar per tahun menjadi
0,75% perbulan;
1.3. Disamping itu, pemerintah juga akan menetapkan penurunan tarif PPh alas
dividen sebesar 10% dari dividen yang dibagikan dan bersifat final, yang
sebelumnya ditetapkan sebesar 20% dan bersifat tidak final (artinya ketika
wajib pajak mendapatkan dividen, maka akan langsung dibebani pajak dividen
20% secara langsung ketika dividen itu diterima).
Keterangan :
Penerima deviden akan di kenakan PPh lagi ketika menghitung penghasilan
totalnya (termasuk penghasilan dari sumber lain), kemudian ia akan dikenakan
tarif PPh umum.
1.4. Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) pertahun meningkat menjadi Rp. 15,84
juta per tahun (atau Rp. 1.320.000,- per bulan) dari sebelumnya Rp. 13,2 juta
per tahun (atau Rp. 1.100.000,- per bulan)1.5. lnsentif bagi perusahaan go public (yang mencatatkan diri di Bursa Efek
Indonesia) BEl;
1.6. Ketentuan baru mengenai ZAKAT;
1.7. Tarif baru bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM);
1.8. Pengetatan Pajak pada beberapa penerimaan negara bukan pajak (PNBP);
1.9. Sunset Policy (Pengampunan Pajak) Merupakan Program Penghapusan
Sangsi bagi wajib pajak yang melaporkan penghasilan secara jujur sebelum
tanggal 31 Desember 2008 dan membayar pajak yang kurang dibayar sebelum
tanggal 31 Maret 2009;
1.10.Potongan PPh sebesar 50% bagi UMKM yang berbadan hukum.
Sesuai dengan RUU Pajak Penghasilan (RUU PPh), untuk UMKM berbadan
hukum akan diberikan Insentif Pemotongan Tarif PPh sebesar 50% dari Tarif
Pajak Normal sebesar 28% oleh pemerintah.
Insentif ini khusus untuk UMKM berbadan hukum yang memiliki omzet dibawah
Rp. 4,84 juta per tahun atau Rp. 400 juta per bulan.BAD VII
PERUBAHAN PERATURAN PERPAJAKAN
Beberapa informasi mengenai perubahan undang-undang pajak dan peraturan
pemerintab yang tlah diperbaharui, antara lain:
a. Undang-undang no. 6 tabun 1983 Tg1. 31-12-1983, tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, te1ah diubah menjadi Undang-undang no. 28 tahun 2007
Tg1. 17-07-2007 tentang Perubahan ketiga atas undang-undang no. 6 Tg1. 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. Undang-undang no. 7 tahun 1983 Tg1. 31-12-1983 tentang Pajak Penghasilan,
telah diubah menjadi Undang-undang no. 17 tabun 2000 Tgl. 02-08-2000, tentang
perubahan ketiga atas undang-undang no. 7 Tgl. 1983 tentang pajak penghasilan;
c. Undang-undang no. 8 tahun 1983 Tgl. 31-12-1983, tentang Pajak Pertarnbahan
Nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah yang telah diubah
menjadi Undang-undang No. 18 tabun 2000 Tgl. 02-08-2000, tentang perubahan
kedua atas undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertarnbahan nilai
barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.